Jumat, 06 Maret 2015

Toleransi dan Perdamaian dalam Islam

Oleh: Romly Zarqowi Zein

Marilah kita senantiasa berusaha untuk selalu meningkatkan kualitas takwa kita kepada Allah SWT. karena kualitas takwa itulah yang akan menjadikan kita sebagai manusia paling mulia di sisi Allah SWT.

Para Jamaah Jumat yang dihormati Allah SWT., salah satu tantangan umat Islam akhir-akhir ini adalah adanya asumsi, atau mungkin lebih tepat kita sebut sebagai tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh sebagian tokoh ataupun media khususnya di belahan media barat yang menyatakan bahwa Islam adalah agama yang cinta kekerasan, bahwa Islam adalah agama yang suka berperang, agama yang haus darah, suka membunuh dan suka melakukan tindakan kekerasan-kekerasan lainnya. Sesungguhnya asumsi atau tuduhan-tuduhan semacam ini bukanlah tuduhan yang baru. Akan tetapi akhir-akhir ini semakin masif disebarkan oleh beberapa kelompok, khususnya di luar Islam. Dan sayangnya, tuduhan-tuduhan seperti itu semacam ini seperti mendapat legitimasi, seperti mendapat konfirmasi oleh karena adanya tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslim, khususnya di belahan dunia lain, bukan di Indonesia.

Kita tahu, atau mungkin kita sudah membaca bahwa sekarang ini ada sekelompok orang yang mengatasnamakan Islam atau sekelompok muslim yang juga mengatasnamakan Islam akan tetapi menunjukan kepada dunia wajah Islam yang tidak benar, yang keliru, yakni dengan cara melakukan tindakan-tindakan kekerasan. Mereka menghalalkan tindakan pengeboman, membunuh, berperang, menyembelih, membakar, menjual anak-anak dan perempuan serta tindakan-tindakan kekerasan lainnya.

Tentu saja tindakan-tindakan seperti itu tidak direstui – atau boleh kita katakan – tidak sesuai dengan tuntunan Islam. Karena sejak awal Islam diturunkan, Allah menyatakan bahwa dia diturunkan untuk memberikan rahmat dan kasih sayang kepada seluruh umat manusia sebagai difirmankan Allah dalam al-Qur’an :
وَمَآ أَرْسَلْنَـكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِّلْعَـلَمِينَ
(Wahai Muhammad, Aku tidak mengutus engkau, kecuali sebagai penyebar rahmat -penyebar kasih sayang- kepada seluruh umat manusia dan alam semesta[QS AN-anbiya : 107])

Dari ayat ini kita tahu bahwa salah satu prinsip hubungan manusia yang ditegakkan oleh Islam adalah memberikan kasih sayang. Oleh karena itu setiap tindakan yang menyalahi kasih sayang atau tidak bersemangatkan kasih sayang kepada sesama itu sama saja tindakan yang tidak sesuai dengan tuntutan Islam. Pada saat yang sama, tindakan-tindakan kekerasan semacam itu juga tidak sesuai dengan prinsip Islam yang lain, yaitu toleransi dan perdamaian yang memang dicetuskan sebagai salah satu prinsip Islam, bukan oleh manusia, tetapi oleh Allah SWT dan al-Qur’an.

Prinsip yang kedua tadi selain rahmat, Islam selalu menyeru kepada perdamaian. Allah menyerukan manusia kepada perdamaian dan juga toleransi, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah
“Ciri-ciri iman yang paling utama yaitu yang pertama adalah kesabaran, yang kedua adalah toleransi.” [Dikeluarkan oleh Ahmad 5/319 dari hadits Ubadah bin Ash-Shamit Radliyallahu ‘anhu dan 4/385 dari ‘Amr bin Arbasah Radliyallahu anhu dia berkata : ‘Apa itu Iman ?” Beliau menjawab : “Sabar dan toleransi”]

Jadi tiga itu adalah prinsip dukungan antar hubungan manusia yang dicetuskan oleh Islam, yang pertama adalah Rahmat -atau kasih sayang kepada sesama-, yang kedua adalah selalu berorientasi kepada perdamaian, yang ketiga adalah toleransi. Lalu seperti apa bentuk toleransi yang diajarkan dan dituntunkan oleh Islam? Yang pertama toleransi dalam Islam ditunjukan dengan melalui pengakuannya terhadap perbedaan.

Kita tahu bahwa kita masing-masing berbeda, bahasa beda, warna kulit beda, bangsa beda, suku beda, ini semua -perbedaan tersebut- sesungguhnya semua itu adalah sesuatu yang fitrah. Itu hukum alam yang niscaya tidak bisa ditolak oleh siapaun. Ini bukan pernyataan manusia, tapi ini adalah kehendak Allah. Al-Qur’an sendiri menyatakan bahwa perbedaan itu ; -yang pertama- dia merupakan kehendak Allah SWT (dalam surat Hud : 118 Allah menyatakan) “Seandainya Tuhanmu berkehendak, untuk menjadikan manusia satu macam, seragam, pasti Dia mampu melakukannya. Tetapi manusia diciptakan tetap dalam keadaan berbeda-beda.”

Ini artinya, bahwa perbedaan yang ada di antara kita sekarang ini, adalah sesuatu yang memang dikehendaki oleh Allah SWT. Jadi siapapun yang berusaha untuk menghilangkan perbedaan atau menyeragamkan dan menyamakan semua orang, itu adalah sebuah tindakan yang bertentangan dengan kehendak Allah SWT.
Yang kedua, perbedaan itu disebutkan “..dan dia adalah salah satu tanda kebesaran Allah SWT.”, dalam surat Ar-Rum:22 Allah menyatakan : “Diantara tanda-tanda kekuasaan Allah itu adalah menciptakan langit dan bumi dan menciptakan perbedaan baik warna kulitmu maupun bahasamu.”

Jadi perbedaan yang ada di antara kita ini sesungguhnya adalah bagian dari tanda kekuasaan Allah yang tidak bisa kita lawan, karena siapa yang sanggup melawan kehendak Allah. Setiap upaya untuk menghilangkan perbedaan, menyeragamkan semua orang itu adalah tindakan yang menentang pada kekuasaan Allah SWT.
Dan yang ketiga perbedaan disebutkan dalam al-Qur’an bahwa itu adalah ujian bagimu. Dalam surat Al-Maidah:48 Allah menyatakan “Jika saja Allah berkehendak, maka pasti Allah akan menjadikan kita semua umat manusia itu menjadi satu macam saja, tidak ada perbedaan, seluruhnya seragam. Akan tetapi Allah ciptakan berbeda untuk menguji manusia terhadap apa yang diberikan oleh Allah, dan ujungnya adalah agar semua berlomba-lomba melakukan kebaikan.”‘

Jadi inti dari ketiga hal itu adalah perbedaan ini adalah kehendak Allah. Seorang syekh dari Mesir bernama Abdullah Daraz menyatakan bahwa perbedaan ini adalah keniscayaan, jadi setiap ada upaya yang ingin menyeragamkan, menyamakan dan mengabaikan perbedaan yang ada di dunia ini adalah tindakan yang pasti akan gagal, karena bukan hanya bertentangan dengan hukum alam tapi juga bertentangan dengan kehedak Allah SWT, sang Maha Pencipta. Hal pertama yang penting adalah pengakuan terhadap perbedaan.

Lalu apa tuntunan Islam tentang cara mengelola perbedaan ini?

Allah SWT. sudah memberikan tuntunan dalam surat al-Hujurat:13 “Wahai manusia, Aku menjadikanmu dari jenis laki-laki dan perempuan dan kami jadikan pula kalian semua berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal (ta ‘aruf).”

Di masyarakat kita kata ta’aruf diartikan sebagai masa penjajakan antara seorang laki-laki dan perempuan karena mereka ingin meningkatkan hubungan ke pernikahan. Tentu saja pemahaman itu tidak keliru, hanya saja itu sebagian kecil saja dari arti ta’aruf. Ta’aruf sendiri dalam Islam bermakna sebagai cara untuk membentuk peradaban yang maju. Ayat ini menyatakan bahwa untuk membentuk peradaban tidak bisa dilakukan oleh satu saja. Akan tetapi harus melibatkan kelompok-kelompok lain yang berbeda. Ta’aruf ini harus melalui berbagai proses. Yang pertama adalah Al-hiwaar atau dialog.

Jadi perbedaan tidak boleh dijadikan alasan untuk membenci atau memusuhi, akan tetapi semua harus dilakukan dengan cara berdialog. Sesuai denga pesan al-Qur’an “dalam persoalan-persoalan yang menyangkut perbedaan harus melalui jalan dialog.” Yang kedua adalah toleransi itu sendiri (tasammuh). Toleransi yaitu kemauan untuk mengakui dan menghargai hak orang lain untuk hidup sesuai dengan jalan hidup yang dipilihnya selama tidak melanggar aturan atau hak-hak orang lainnya. Dalam al-Qur’an misalnya, terkait dengan kebebasan beragama disebutkan “kita diberikan kebebasan untuk memilih keyakinan kita masing-masing dan bekerja sama dengan orang lain.”

Yang ketiga, at ta’awun yaitu bekerja sama dan bersinergi.

Dalam Islam perbedaan dilarang dijadikan alasan untuk berkonflik karena konflik itu akan menghilangkan sebuah bangsa atau umat. “Kalau kalian saling berkonflik, saling berselisih maka kalian akan gagal dalm hidup ini dan kejayaan yang kalian raih semuanya akan musnah“.

Jadi demikianlah beberapa tuntunan Islam mengenai toleransi dan perdamaian yang dimulai dari pengakuan terhadap perbedaan kemudian penyikapannya melalui ta’aruf, melalui 3 jalan yaitu dialog, toleran terhadap perbedaan-perbedaan yang ada dan ketiga harus dibangun sinergi melalui kerjasama berbagai elemen masyarakat. Dengan itulah, Insyaallah, kemajuan dan perdamaian yang dicita-citakan oleh Islam dalam kehidupan bermasyarakat akan tercapai.

[Disampaikan oleh Romli Syarqowi Zein MA. dalam khutbah Jumat di Bellagio Mall 20 Februari 2015]

Baca juga artikel berikut:

0 komentar:

Posting Komentar