Seharusnya, pujian itu membuat kita malu. Karena apa yang mereka katakan, sebenarnya tidak ada pada diri kita. Tapi, bagi para pecinta dunia, mereka akan menikmati sesuatu yang tidak ada pada dirinya. Artinya, dia berbohong pada dirinya sendiri.
Bahayanya pujian itu ada tiga. Yang pertama, kita jadi terpenjara oleh pujian orang. Kita takut kehilangan segala pujian pada diri kita. Akibatnha, kita akan melakukan apa saja supaya pujian itu tidak hilang. Orang yang dipuji dan mempercayai pujian itu, dia tidak akan menerima nasihat dari orang lain. Karena dia benar-benar termakan, terbelenggu dan terpenjara oleh pujian tersebut.
Kedua, dia akan sangat sulit sekali mengakui kekurangannya. Ini adalah malapetaka. Orang yang tidak bertaubat, dialah orang yang dzalim. Jadi, kalau kita telah menyakiti orang, tetapi tidak mengakui, berbarti kita sudah dzalim. Dzalim pada orang dan pada diri sendiri.
Ketiga, kalau orang sudah senang dipuji, maka tidak ada ikhlas dalam dirinya. Karena segala perbuatan yang dilakukannya hanya untuk mempertahankan pujian itu. Dia akan mengatur penampilan dan sikapnya agar terlihat baik bagi orang. Apakah mungkin orang seperti ini akan ikhlas? Jawabannya tidak! Karena dia melakukan apa pun bukan untuk Allah lagi, tapi karena untuk kemasannya. Tiap hari pekerjaannya hanya berpikir bagaimana agar tetap dianggap teladan. Seorang anak yang sudah terbiasa dipuji, berarti kita merusak dia. Dia akan merasa dirinya istimewa. Dia merasa dirinya khusus dan merasa dirinya lebih dari orang lain. Maka tunggulah ketika dia dewasa, dia tidak akan memandang orang tuanya. Karena dia dibesarkan untuk tidak jujur melihat dirinya. Dia dibesarkan untuk melihat dan membangun topengnya. Islam mengajarkan kita untuk menjadi orang yang asli. Murni tanpa rekayasa dan kepura-puraan. Apa yang kita perbuat, tujuannya cuma satu, agar Allah menerima. Tidak ada masalah dengan penerimaan dan penghargaan dari orang lain. Yang penting apa yang kita lakukan benar, tidak menyakiti dan melanggar hak orang lain. Tidak ada kepura-puraan, tidak ada kepalsuan. Antara perbuatan dan perkataan sama, maka akan tercipta rasa nyaman. Nyaman untuk kita, nyaman untuk orang di sekitar kita. Kalau kita berpura-pura, kita tidak akan merasa nyaman. Orang lain pun juga merasa sama, tidak nyaman.
Islam itu nyaman di hati betapa pun badai harus dihadapi. Kenapa? Karena tidak ada kepura-puraan.
Mudah-mudahan kita tidak termasuk orang yang penuh kepura-puraan dan selalu mengharapkan pujian orang lain. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita.
(Sakinah No. 324, Oktober 2011)
0 komentar:
Posting Komentar