Jumat, 20 Agustus 2010

Kedermawanan Ali bin Abi Thalib

Pada suatu ketika Allah SWT menguji keluarga Ali bin Abi Thalib ra. Salah seorang dari kedua anaknya ditimpa demam tinggi. Demi kesembuhannya, ia melakukan pelbagai ikhtiar.

Mulai dari usaha konvensional hingga yang bersifat spiritual seperti dengan memberikan tindakan media yang selaras dengan konteks zaman. Atau, lewat doa, bahkan bernazar. Dalam nazarnya itu, Ali bin Abi Thalib ra menyatakan bahwa ia akan melaksanakan puasa selama tiga hari berturut-turut apabila anaknya itu sembuh.



Segala puji milik Allah. Selang beberapa waktu, kesehatan anaknya pulih kembali. Allah SWT mengabulkan doanya. Oleh karena itu, ia sangat bersyukur. Maka, keesokan harinya ia mulai melaksanakan puasa nazarnya. Dalam hal ini ia disertai istri tercintanya, Fatimah al-Zahra binti Rasulullah saw.

Waktu bergulir. Pagi berganti siang. Petang menyusul, kemudian waktu maghrib pun akhirnya tiba. Ketika pasangan suami-istri itu hendak berbuka dengan makanan alakadarnya, tiba-tiba pintu rumah diketuk orang. Tamu yang tidak diundang itu ternyata seorang miskin papa. Ia datang untuk meminta belas kasihan, karena didera lapar seharian penuh. Tanpa berpikir panjang, keluarga suci itu segera memberikan makanan yang sedianya akan mereka santap. Tidak heran malam itu mereka berbuka puasa hanya dengan beberap teguk air.

Esoknya mereka berpuasa lagi. Hari itu berlalu seperti biasa. Namun, kala waktu maghrib tiba, pintu rumah lagi-lagi diketuk orang. Kini yang datang adalah seorang anak yatim. Sebelum yang bersangkutan mengutarakan maksudnya, mereka sudah jatuh iba. Kondisi anak atim itu memang sangat memprihatinkan sehingga mereka memberinya makanan, yang sejatinya dipersiapkan untuk berbuka puasa. Malam itu pun mereka lalui dengan perut lapar.

Kini, mereka telah berada pada hari ketiga dari puasa nazarnya. Karena berkah Allah SWT dalam segala hal, mereka tampil tetap dalam kondisi prima. Tidak kecuali dalam menjalai maisyah, atau kehidupan dunia ini.

Sebagaimana hari-hari sebelumnya, ketika menjelang maghrib, ketika mereka mempersiapkan diri untuk berbuka, seseorang datang memohon belas kasihan. Kali ini adalah seorang tawanan perang. Lantaran mengutamakan orang lain sudah menjadi sifat keluarga itu, tidak mengejutkan jika makanan yang sudah terhidang untuk berbuka pun mereka berikan kepadanya dengan penuh keikhlasan.

Dengan demikian, selama keluarga suci itu menunaikan puasa nazar, maka tidak sebutir kurma atau sepotong roti pun yang masuk ke perut mereka. Sungguh mengagumkan perilaku pasangan suami-istri itu. Mereka sanggup menahan lapar berhar-hari, lantaran lebih mengutamakan orang lain dari kalangan akar rumput. Lagi pula, semua itu mereka lakukan tanpa pamrih, kecuali mengharap ridha Allah SWT.

(PR 20 Agustus 2010)

Baca juga artikel berikut:

0 komentar:

Posting Komentar