Selasa, 22 November 2011

Kisah Muallaf Koko Liem: Terisnpirasi Kisah Nabi Ibrahim

Nama lengkap pria berkacamata ini adalah H. Mohammad Ustman Ansori, SQ, MA, al-Hafidz. Masa kecil, ia memiliki nama Tionghoa Liem Hai Thai, namun sekarang ia lebih akrab disapa Koko Liem. Sebagai muallaf, jalan hidupnya justru masuk di jalur dakwah Islam setelah berproses panjang untuk menemukan fitrahnya dan menekuni ilmu tafsir.

Namanya pertama kali berkibar sejak menjadi finalis dalam ajang Mimbar Dai yang digagas oleh TPI. Lantas ia giat berdakwah tidak hanya dari mimbar dakwah di beberapa daerah tapi juga tampil di berbagai media massa dan radio. Koko Liem juga sering tampil di berbagai acara bernuansa Islami di beberapa stasiun televisi nasional.


Sebagai seorang keturunan Tionghoa, Liem kecil dibesarkan dalam keluarga Budha yang taat. Setiap menjelang magrib, dia bersama keluarganya secara rutin menyembah Pay Pekkong, arwah leluhur dari orang ternama. Ayahnya adalah seorang aktivis Klenteng.

Liem lahir di Dumai, Riau, 17 Januari 1979 dari pasangan bernama Liem Guanho dan Laihua. Liem merupakan anak ketujuh dari sepuluh bersaudara. Perkenalannya dengan Islam terjadi ketika dirinya menginjak kelas dua di sekolah dasar negeri.

Ketika anak-anak non muslim seperti dirinya keluar kelas saat pelajaran agama Islam berlangsung, ia memilih tidak keluar kelas. Liem justru betah mendengarkan kisah Nabi-nabi yang diceritakan oleh guru agama Islam di sekolahnya. Ketertarikannya terhadap Islam pun tumbuh. Liem tetap menjalankan kewajibannya untuk menyembah Pey Pekkong bersama keluarganya.

Menginjak SMP, Liem yang diterima masuk SMP Syeikh Umar, Dumai, tetap melanjutkan pergaulannya dengan Islam melalui kebiasaanya mengikuti pelajaran agama Islam. Liem yang beranjak dewasa, begitu kagum dengan kisah keimanan Nabi Ibrahim AS yang memiliki keteguhan hati menegakkan kalimat Allah meski ditentang orang tuanya.

Kegundahan hati yang kian besar, membuat dirinya bertanya pada sang kakak, Liem Hai Seng. Kakak Liem yang juga muallaf dan mengganti namanya menjadi Muhammad Abdul Nashir ini menyarankan kepada sang adik untuk mengikuti kata hatinya.

Liem mengaku mendapatkan hidayah untuk memeluk Islam pada usia 15 tahun atau tepatnya 21 Juli 1994. “Setelah masuk Islam, saya terusir dari orang-orang yang saya sayangi. Saya mencoba pulang, namun diusir, begitu seterusnya. Tapi tidak pernah terbersit rasa benci terhadap keluarga saya,” ungkap Liem.

Setelah diusir, seorang ulama Riau bernama KH. Ali Muchsin mengasuhnya. Pengasuh Pondok Pesantren Jabal Nur di Kandis inilah yang mendorong tekadnya untuk menjadi da’i. Usai lulus SMP, Liem melanjutkan ke Pondok Pesantren Daar El Qolam, Balaraja, Banten pada 1995 hingga 1999. “Saya ingin mengenal Islam dengan menjadi penghafal Quran. Alhamdulillah, di tahun kedua setelah saya memeluk Islam, saya sudah hafal al-Quran,” ungkapnya.

Dia lantas melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Tahfizul Qur’an Raudhatul Muhsinin, Malang. Pada tahun 2001, Liem melanjutkan studinya ke Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta hingga lulus 2005. Ia kembali melanjutkan studinya mengambil gelar master pada 2005-2008 di perguruan yang sama dengan mengambil Jurusan Konsentrasi Ilmu Tafsir.

Pada tahun  2001, Koko Liem dianugerahi jodoh dan menikah dengan Ima Ismawati, S.Thi, seorang hafidzah alumni Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta. Dari pernikahannya, Koko Lim kini dikaruniai dua orang putri.

republika.co.id

Baca juga artikel berikut:

0 komentar:

Posting Komentar